Diary sang zombigaret: Gue
di sini menunggu mati
Hampir 7 tahun waktu
yang gue habiskan bersama ruangan kecil ditengah perkotaan ini. Semuanya masih
sama: gelap, lembab, dingin dan dengan bau khas asap yang sangat melekat.
Mungkin ini adalah kali ke dua gue benar-benar meperhatikan ruangan ini setelah
yang pertama saat gue begitu yakin ingin menyewa tempat ini. Diatas meja, entah
gue harus menyebutnya apa. Meja belajar, meja kerja atau meja neraka masih
tegeletak satu bungkus rokok yang isinya masih tersisa separo. Asbak rokok yang
hampir penuh dengan abu dan puntung rokok disamping tempat pulpen juga masih
pada posisi yang sama.
Tentu saja gue masih
ingat saat pertama gue memasuki ruangan ini dengan berbekal satu ransel pakaian
dan dengan 1 bungkus rokok yang sebelumnya gue beli di warung terdekat. Untuk
pertama kalinya. Alasannya cukup simple, sebagai penenang. Saat itu gue kabur
dari rumah karena ga tahan dengan keributan kedua orang tua gue. Hari itu
adalah puncaknya. Kedua orang tua gue berantem hebat saat gue pulang sekolah.
Niatnya sih bawa kabar gembira “gue lulus dengan nilai terbaik”. Akan tetapi
dengan adanya keributan boro-boro ditanya “bagaimana hasil UN nya nak?” mereka
malah asik memperdebatkan gue harus tinggal dengan siapa karena mereka
sama-sama sibuk. Saat itu gue benar-benar marah besar, dan yang pasti gue harus
meninggalkan rumah itu.
Sekarang gue kembali memasuki
ruangan kecil ini dengan perasaan yang sama dengan 7 tahun silam. Tidak,
tepatnya lebih parah. Jika saat itu gue marah pada orang tua gue, saat ini gue
marah pada diri gue sendiri. Kenapa gue bisa selemah itu terjebak dalam kebulan
asap yang tiada habisnya? Kenapa gue bisa sebodoh itu berpikir bahwa dengan
merokok permasalahan gue jadi berkurang, hidup gue lebih tenang? Bullshit semua
yang bilang rokok bikin rilex. Apakah dengan merokok orang tua gue ga berantem?
Apakah dengan merokok mereka bakal baikan? Apakah dengan merokok hidup gue jadi
lebih baik? Jawabannya adalah TIDAK.
Pernah juga dulu gue
hampir insaf dan berhenti merokok. Tapi tak bertahan lama. Setan-setan
disekililing gue kembali menghasut mempengaruhi untuk kembali ngepul. Dengan
berbagai alasan pembenaran keluar dari otak gue. Apakah dengan tidak merokok
orang tua gue ga berantem? Apakah dengan tidak merokok mereka bakal baikan?
Jawabannya juga adalah tidak. Akhirnya gue kembali menghisap batangan itu.
Di ruangan ini gue tak
lebih dari seoonggok bangkai yang tak berguna,
seorang zombigarate yang menghabiskan harinya dengan menghisap tembakau
yang tak berujung. Tak tau tujuan hidup.
Andai gue bisa memutar
waktu, maka gue akan kembali ke waktu 7 tahun silam. Saat mulut gue belum
tersentuh oleh batangan tak berguna itu, saat mulut dan hidung gue belum
mengepulkan asap pembawa penyakit itu, saat jari gue masih belum terkontaminasi
bau tembakau itu. Maka hari ini tak kan pernah terjadi. Amplop coklat yang
bertuliskan “kanker paru-paru stadium 4” takkan pernah gue terima. Dan sekarang
waktu yang gue punya tak lebih dari 6 bulan. Disisa waktu gue ini, sungguh gue ingin berhenti menghisap
batangan itu, sungguh gue ingin bertaubat.
Memang dengan tidak
merokok orang tua gue ga bakalan berhenti berantem. Memang dengan tidak merokok
mereka tidak akan baikan. Tapi, paling tidak dengan tidak merokok gue ga
bakalan mengidap kanker ini. Paling tidak, dengan tidak merokok hidup gue lebih
sehat, dengan tidak merokok gue yakin
hidup gue bakalan lebih baik.
Yakinlah dengan rokok
hidup lo ga jadi lebih keren kok, permasalahan lo ga bakalan hilang terbawa
asap yang lo kepulkan dan hidup lo ga jauh lebih tenang. Malah lo nambah masalah
baru lagi. Penyakit. Gue harap lo semua bisa ngambil hikmah dari apa yang gue
alami. Menjadi Zombigarate ga lebih menyenangkan dari pada hidup tanpa asap. Trust me…
Melalui tulisan ini semoga
gue bisa menjadi bermanfaat…
*tulisan ini diikutkan pada lomba Diary sang zombigarate
Komentar
Posting Komentar