LAPORAN PRAKTIKUM
Mata Kuliah : Teknik Pengolahan Daging Nama : Harfina
Rais
Praktikum ke : 3(Tiga) NRP : D24090112
Tempat :
Labotaorium THP Dosen :
Dr. Irma Isnafa Arief , S.Pt Kelompok : 3 (tiga) Teknisi : Devi Murtini, S. Pt
M. Sriduresta, S. Pt. M. Sc
Asisten : Lega Krisda F Irma Indah K
Winda Permata Sari
Sindya Erti, J.
S
Sita Arum Prabawati
Paingat P. Sipayung
Rullyana Nurbianti
UJI SIFAT FISIK DAGING
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI
PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas
suatu produk sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha produk tersebut. Hal
ini juga berlaku pada produk daging. Daging dengan kualitas yang baik akan
lebih digemari oleh konsumen. Kualitas daging salah satunya dapat dilihat dari
sifat fisik daging tersebut. Pengujian sifat fisik daging diantaranya dilakukan
dengan pengujian pH daging, daya mengikat air, susut masak dan keempukan
daging.
Sifat fisik
daging mempengaruhi kualitas pengolahan daging. Daging yang memiliki kualitas
sifat fisik yang bagus tentunya akan memberikan produk pengolahan yang bagus
dan akan mempermudah selama proses pengolahannya. Penentuan kualitas sifat
fisik daging perlu dikaukan dengan benar dan teliti sehingga menghasilkan data
yang akurat. Untuk itu diperlukan keahlian dan keterampilan serta pemahaman
lanjut tentang cara dan metode pengujian ini.
Pengolahan,
penyimpanan dan pengawatan daging akan mempegaruhi sifat daging ini, sehingga
ketika daging akan digunakan kembali akan berbeda dengan jika menggunakan
daging segar. Untuk menghindari perubahan sifat fisik yang terlalu besar
diperlukan pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi perbahan sifat fisik
daging tersebut.
Tujuan
Praktikum
pengujian sifat daging yang dilakukan pengujian pada pH daging, daya mengikat
air, susut masak dan keempukan daging bertujuan untuk mengetahui sifat fisik
daging berdasarkan parameter tersebut.
TINJAUAN
PUSTAKA
Daging
Daging segar merupakan daging yang
baru dipotong, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum disimpan untuk
waktu yang lama. Daging segar cenderung memeiliki kualitas kandungan nutrisi
dan penampakan lebih baik. Hal ini terjadi karena daging belum mengalami
pengolahan lebih lanjut dan belum
disimpan lama. Indikator yang dapat dijadikan kualitas daging ini adalah
kekenyalan, warna daging, bau dan tekstur. Selain
itu, daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa
kebasahannya (Deptan, 2001).
Daging
beku adalah daging yang telah mengalami penyimpanan pada suhu dingin. Tujuan
penyimpanan ini adalah untuk mengawetka atau agar daging tersebut bisa
digunakanan dalam jangka waktu yang cukup lama. Daging dalam kondisi seperti
ini akan mengalami perubahan sifat fisik akibat pengaruh sushu yang dingin.
pH
daging
Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi pH daging seperti yang dikemukakan oleh Smith (1978) dan Judge (1989) Stres sebelum pemotongan,
seperti iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang
berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya
glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi
(lebih besar dari 5,9). Nilai pH daging ini perlu diketahui karena pH daginga
akan menentukan tumbuh dan berkembangnya bakteri. Hampir semua bakteri tumbuh
secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau
diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan
dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979).
Daya
Mengikat Air
Pengujian
daya mengikat air merupan pengujian untuk mengetahui seberapa besar daging
tersebut mampu mengikat air bebas. Daya Mengikat Air (DMA) diukur dengan
menggunakan metode penekanan Hamm (T. Suryati, 2006). Selain itu menurut Pearson dan Young (1971) parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya
mengikat air pada daging dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban
daging, daging yang lembab mengindikasikan bahwa daya mengikat daging tersebut
terhadap air cukup tinggi, sedangkan daging yang agak kering mengindikasikan
daya mengikat daging tersebut telah berkurang, hal ini biasanya ditandai dengan
penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging DFD).
Penurunan nilai daya ikat
air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging
beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami
translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Proses pembekuan juga dapat
meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap protein
daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air (Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya
cairan yang keluar (drip) pada
saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan yang keluar dari
daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut
semakin rendah (Soeparno, 1998). Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).
Susut
Masak
Nilai susut masak merupakan nilai
massa daging yang berkurang setelah proses pemanasan atau pengolahan masak.
Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan daya mengikat air. Semakin tinggi
daya mengikat air maka ketika proses pemanasan air dan cairan nutrisipun akan sedikit yang keluar
atau yang terbuang sehingga massa daging yang berkurangpun sedikit. Menurut
Yanti (2008) daging yang mempunyai angka susut
masak rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi
daging selama pemasakan juga rendah.
Daging beku atau disimpan dalam suhu dingin cenderung akan mengalami perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya
nilai daya ikat air protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar
(drip) dari daging (Anon dan Calvelo, 1980).
Keempukan
Daging
Keempukan
daging merupakan faktor penting dalam pengolahan daging. Keempukan dapat diukur
dengan nilai daya putus Warner-Bratzler (WB). Keempukan sangat berkaitan erat
dengan status panjang sarkomer otot. Daging dengan sarkomer yang lebih pendek setelah
fase rigormortis memiliki tingkat kealotan lebih tinggi dibanding yang sarkomernya
tidak mengalami pemendekan (Swatland, 1984; Locker, 1985; Dutson, 1985). Kualiatas
daging akan berpengaruh pada penyimpanan suhu dingin, dan penyimpanan pada suhu
dingin dapat mengakibatkan terjadinya pemendekan otot (T. Suryati, 2004)
Menurut Pearson & Dutson (1985)
pada daging pre rigor yang disimpan pada suhu rendah mengakibatkan peningkatan
konsentrasi ion Ca2+ bebas di luar membran retikulum sarkoplasmik. Hal tersebut
memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan terbentuknya ikatan aktin-miosin
dan menghasilkan pemendekan sarkomer. Menurut t. Suryati (2004) Semakin tinggi
nilai daya putus WB berarti semakin banyak gaya yang diperlukan untuk memutus
serabut daging per sentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot atau
tingkat keempukan semakin rendah. Swatland (1984) dan Locker (1985) mengatakan bahwa
peningkatan panjang sarkomer secara paralel akan meningkatkan keempukan. Menurut Pearson dan Young (1971), nilai keempukkan
daging terbagi atas tiga bagian, yaitu kisaran empuk dengan skala 0-3 Kg/g,
cukup/sedang dengan skala 3-6 Kg/g, dan alot dengan skala >6-11 Kg/g.
Alat-alat
Peubah
kualitas fisik yang diamati adalah nilai pH dengan metode AOAC (1995), daya
iris (keempukan daging) dengan alat Warner- Bratzler Shear (Swatland,
1984), Daya Mengikat Air (DMA) dengan metode Hamm (Soeparno, 1998) serta warna
dengan metode Hunter menggunakan alat kromameter dengan ruang warna (color
space) dan yang diukur adalah nilai L yaitu nilai kecerahan.
MATERI DAN METODE
Materi
Praktikum
analisis sifat fisik daging yaitu pengukuran pada pH daging, daya mengikat air,
keempukan daging dan susut masak daging. Keempat pengujian ini menggunakan
bahan sampel daging. Alat yang digunakan pada pengukuran pH daging adalah pH
meter, larutan buffer pH 7 dan 4 serta tissue. Alat yang digunakan pada
pengujian daya mengikat air adalah timbangan digital, carper press dengan
tekanan 35 kg/cm2, kertas saring whatman 41, plani meter dan seperangkat alat
pemotong. Alat yang digunakan pada pengujian keempukan daging adalah
thermometer bimetal, corer, warner bratzler shear force device, timabangan
digital, panci perebus dan kompor. Alat yang digunakan pada pengujian susut
masak daging adalah thermometer bimetal, timbangan digital, panci perebus dan
kompor.
Metode
Setiap pengujian memiliki cara atau
metode yang berbeda karena tujuan dan alat yang digunakanpun berbeda. Pengujian
pH daging harus menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi
terlebih dahulu. Untuk pengkalibrasian pH meter tersebut tekan tombol ON pada
alat pH meter dan ditunggu beberapa saat sampai pada layar display pH meter
muncul tanda “CAL”. Ujung pH meter dicelupkan (elektroda) pada larutan buffer
pH 7 dan ditunggu sampai terdengar bunyi pada alat yang menunjukkan bahwa
proseddur kalibrasi pada larutan buffer pH 7 selesai dilakukan. Ujung pH meter
dicelupkan kembali pada laarutan buffer pH 4 dan ditunggu beberapa saat sampai
terdengar bunyi pada alat yang menunjukkan bahwa prosedur kalibrasi pada
larutan buffer pH 4 selesai dilakukan. Alat pH meter telah selesai dikalibrasi
dan siap untuk digunakan. Selanjutnya ujung pH meter ditusukkan pada sampel
daging dan dibaca serta dicatat nilai pH yang tertera pada layar display alat
pH meter. Pengukuran dilakukan beberapa kali untuk memperoleh hasil nilai pH
yang akurat. Jika pengukuran dilakukan pada sampel yang berbeda, ujung pH meter
dibasuh dengan aquades sebelum digunakan kembali dan dikeringkan dengan tissue.
Setelah digunakan ujung pH meter dicuci dengan aquades dan dikeringkan kemudian
disimpan pada tempatnya.
Pengujian daya
mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar air bebas yang
diikat oleh daging. Pengujian ini diawali dengan penimbangan sampel daging
sebanyak 0,3 gram dengan menggunakan timbangan sartorius. Selanjutnya sampel
diletakkan diantara dua kertas saring dan dilakukan pengepressan dengan
menggunakan carper press selama 5 menit. Setelah selesai dipress, pada kertas
saring akan terlihat dua lingkaran yang menunjukkan luas area daging yang
keprss (Lingkar Dalam=LD) dan luas area dari air yang keluar dari daging hasil
pengepressan (Lingkar Luar=LL atau luas daerah basah). Kertas saring tersebut
dikeringkan dan diberi tanda dengan pulpen kediua luasan area tersebut. Kedua
luasan area tersebut diukur dengan menggunakan planimeter. Tujuan pengukuran
luasan ini adalah untuk mengetahui jumlah air bebas yang keluar dari daging.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan planimeter. Kedua lingkaran (LL dan
LD) diberi tanda sebagai awal perhitungan. Titik tengah yang ada pada kaca
pembesar planimeter diletakkan pada tanda yang ada dilingkaran (LL atau LD).
angka yang tertera pada planimeter merupakan hitungan awal. Kaca pembesar pada
planimeter diputar searah jarum jam sesuai dengan lingkara yang sudah ditandai
sapai kembali pada titik awal lagi. Angka yang tertera pada planimeter dibaca
dan dicatat sebagai hitungan akhir. Perhitungan ini dilakukan pada kedua
lingkaran (LD dan LL). Selanjutnya dihitung selisih LL awal dan LL akhir,
begitu juga dengan LD. Selisih LL dikurangi dengan selisih LD dibagi 100. Hasil
yang diperoleh merupakan luas area basah. Hasil ini dimasukkan kedalam rumus
untuk mencari mgH2O. Nilai yang diperoleh menunjukkan jumlah air bebas yang
keluar dari daging (dalam mg). Selanjutnya dicari % air bebas. Semakin banyak
air bebas yang keluar dari daging menunjukkan
bahwa sampel daging tersebut memiliki kemampuan / daya mengikat air yang
rendah.
Pengujian
keempukan daging dengan menggunakan daging kira-kira 100 gr. Tapi berat daging
ini tidak harus 100 gr. Selanjutnya air direbus sampai mendidih. Thermometer bimetal
ditusukkan pada sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat.
Sampel daging direbus sampai suhu didalamnya mencapai 810C, lalu dianggkat dan
didinginkan. Selanjutnya daging dipotong searah serat dengan menggunakan corer.
Pemotongan dilakukan beberapa kali. Warner bratzler shear force device dinyalakan. Sampel yang sudah dipotong
corer diletakkan pada alat pemotong warner bratzler shear force. Selanjutnya
dibaca nilai pada alat tersebut. Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh
besarnya kekuatan (kg/cm3) yang diperlukan untuk memotong sampel daging
tersebut.
Pengujian susut
masak daging menggunakan sampel kira-kira 100 gram. Sampel disiapkan terlebih
dahulu. Air direbus sampai mendidih. Thermometer bimetal ditusukkan pada sampel
daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat. Sampel daging direbus
sampai suhu didalamnya 810C, lalu diangkat dan didinginkan. Sampel ditimbang
sampai beratnya konstan. Selanjutnya dihitung persentase susut masak.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. data uji sifat fisik daging
segar
|
|||||
KELOMPOK
|
pH
|
DMA (%)
|
Susut Masak (%)
|
Keempukan
|
|
1
|
5,04
|
22,51
|
42,65
|
2,33
|
|
2
|
5,36
|
30,67
|
45,77
|
5,83
|
|
3
|
5,05
|
24,09
|
40,77
|
8,37
|
|
rata-rata
|
5,15
|
25,76
|
43,06
|
5,51
|
|
Tabel 2. data uji sifat fisik daging beku
|
|||||
KELOMPOK
|
pH
|
DMA (%)
|
Susut Masak (%)
|
Keempukan
|
|
4
|
5,17
|
18,36
|
27,33
|
1,7
|
|
5
|
5,32
|
22,96
|
34,71
|
4,2
|
|
6
|
5,25
|
42,24
|
35,12
|
2,17
|
|
rata-rata
|
5,25
|
27,85
|
32,39
|
2,69
|
|
Pembahasan
Setelah melakukan pengujian
terhadap sifat fisik daging segar dan daging beku, maka didapatlah hasil yang
menggambarkan kualitas daging tersebut. Daging segar memiliki pH 5,15 sedangkan
daging beku 5,25. Perbedaan ini sangat sedikit bahkan bisa dikatakan hampir
sama. Daging yang mengalami penyimpanan pada suhu dingin dalam waktu yang cukup
lama akan mengalami peningkatan pH. Indikator ini dapat dilihat dari warna
daging yang akan berubah menjadai agak gelap. Pada hasil pengujian tidak
terjadi perbedaan yang mencolok. Hal tersebut kemungkinan daging beku disimpan
belum lama sehingga pHnya pun masih termasuk normal. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH
sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH
untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel
lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979). Faktor lain yang
memungkinkan menjadi penyebab pH daging tidak jauh berbeda adalah
ketidakakuratan data akibat alat dan ketelitian praktikan.
Hasil
pengujian daya mengikat air, daging beku memiliki kemampuan daya mengikat air
lebih besar dari pada daging segar. Hasil ini kurang sesuai dengan literatur akibat
pembekuan daging, protein mengalami kerusakan sehingga kemampuan protein daging
dalam mengikat air bebas akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Bhattacharya (1988) yang mengatakan bahwa proses
pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat
air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai
daya ikat air menurun. Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan
pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut
otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada
saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Ketidak
sesuaian ini kemungkinan diakibatkan oleh penyimpanan daging beku dalam suhu
dingin hanya sebentar sehingga tidak berpengaruh pada nilai daya mengikat
airnya. Tapi jika dilihat dari nilai pH hasil ini sesuai, karena semakin tinggi
nilai pH maka daya ikat air akan semakin tinggi.
Hasil pengujian susut masak daging menunjukkan
bahwa daya mengikat air daging segar lebih besar
dari pada nilai susut masak daging beku. Hal ini dapat terjadi karena daya
mengikat air daging beku lebih tinggi dari pada daging segar. Semakin tinggi
daya mengikat air daging semakin sedikit cairan yang keluar dari dagiing
tersebut. Hal ini mengakibatkan massa dari daging yang berkurang juga sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).
Hasil pengujian pada nilai
keempukan daging menunjukkan bahwa nilai keempukan daging segar lebih tinggi
(5,51) dari pada nilai keempukan daging beku (2,69). Nilai ini berarti daging beku
lebih empuk dari pada daging segar. Hal ini dapat terjadi karena daya ikat air
daging beku lebih tinggi sehingga air beratnya hanya sedikit yang menyusut dan
keempukannyapun lebih baik.
Jika dilihat dari keempat indikator
diatas, semuanya memiliki hubungan yang saling berpengaruh. Semakin tinggi
nilai pH maka nilai daya mengikat air daging akan semakin tinggi. Tingginya
daya mengikat air ini akan berpengaruh pada nilai susut masak. Semakin tinggi
daya mengikat air, maka air ataupun nutrien yang keluar dari daging dalam
bentuk Drip akan semain sedikit. Sehingga ketika dimasak daging akan menyusut
sedikit. Ketika daging menyusut sedikit dan masih banyak mengandung air maka
daging akan semakin empuk.
KESIMPULAN
Pengujian sifat fisik daging ddapat
dilakukan pada pH daging, daya mengkat air, keempukan daging dan susut masak
daging. Keempat indikator ini saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama
lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Anon,
M. C., dan A. Calvelo. 1980. Freezing rate effects of drip loss of frozen beef.
J. Meat Sci. 4: 1.
AOAC (Association of Official Analitycal Chemist). 1995.
Official Methods of Analysis,
Washington DC.
Bratzler,
L. J., A. M. Gaddis dan W. L. Sulbacher. 1977. Freezing Meat. Pada: Fundamental
of Food Freezing. N. W. Desrosier and D. K. Tressler, Eds. The AVI Publ., Co.,
Inc., Wesport, Connecticut.
Judge,
M. D., Arberle, E. D. Forrest, J. C. Hendrick, H. B. and Merkel, R. A. 1989.
Priciples Meat Science 2nd. Kendall/Hunt Publishing Co, lowa.
Lawrie,
R. A. 1979. Meat Science, 3rd edition. Pregamon Press, Oxford.
Locker, R. H. 1985. Cold-induced toughness of
meat. In : A. M. Pearson & T. R. Dutson (Eds.). Electrical Stimulation Adv.
In Meat Research, Vol 1:1-44. The Avi Publishing Company, Inc., Westport,
Connecticut.
Pearson, A. M. & T. R. Dutson. 1985.
Scientific basis for electrical stimulation. In : A. M. Pearson & T. R.
Dutson (Eds.). Electrical Stimulation Adv. In Meat Research, Vol 1:185- 218.
The Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Pearson,
A. M dan R. B. Young. 1971. Muscle and Meat Biochemistry. Academic Press, Inc.
San Diego, New York, Berkeley, Boston, London, Sidney, Yokyo, and Toronto.
Smith,
G. L., G. R. Culp. dan Z. L. Carperter. 1978. Post Mortem Aging of
Carcases, Journal Food Science. 430 : 823.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Swatland, H. J. 1984. Structure
and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New
Jerssey.
T. Suryati, M. Astawan, & T. Wresdiyati. 2004.
Sifat Fisik Daging Domba yang Diberi Perlakuan Stimulasi Listrik Voltase Rendah
dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan. 27(3):101-106
T. Suryati, M. Astawan & T. Wresdiyati. 2006.
Karakteristik Organoleptik Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase
Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Pternakan. 29(1):1-6
Yanti,
H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik
PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar arengka kota pekanbaru.
Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 – 27).
LAMPIRAN
Jurnal 1: Stepwise chilling: Tender pork
without compromising water-holding capacity
Proses
penyembelihan daging babi saat ini dioptimalkan untuk mengurangi penyusutan
yang berlebihan dan kejadian daging babi PSE. Penghapusan gen halotan dan
penanganan preslaughter telah menurunkan kejadian daging babi PSE dan Daya
mengikat air otot, namun proses tebaru telah belum dioptimalkan untuk mengakomodasi
perubahan ini. Para hipotesis bahwa pendinginan bertahap dapat meningkatkan
kelembutan tanpa mengorbankan daya ikat air. Perbaikan dalam kelembutan bisa
semata-mata dikaitkan dengan peningkatan proteolisis postmortem daging
dilakukanm pendinginan bertahap, dengan suhu yang lebih besar mendukung enzim
proteolitik yang terlibat dalam degradasi protein otot. Selanjutnya, Hasil
untuk metabolisme glikogen berhasil diungkap bahwa baik yang pro maupun
macroglycogen berkontribusi pada pembangkit energi di otot postmortem, dengan
degradasi dari kedua bentuk awal postmortem.
Jurnal
2: Early postmortem biochemical factors influence tendernessand
water-holding capacity of three porcine muscles
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan kelembutan daging babi dan Daya mengikat air dari sisi faktor-faktor mempengaruhi
calpain kegiatan dan proteolisis. Daya mengikat air mempengaruhi profitabilitas produk daging babi segar
dengan mempengaruhi hasil pengolahan dan palatabilitas. Produk dapat mengalami kerugian
berkisar dari 2 sampai 10% ketika daging dipotong menjadi daging. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa calpain
activity, _-calpain autolysis, dan degradasi protein dihubunbgkan dengan
pebedaan dalam keempukan dan daya mengiakt air yang bebeda pada setiap otot.
mengurangi
degradasi protein yang mengikat myofibril untuk
membran sel (seperti desmin) dapat memungkinkan penyusutan dari myofibril mengakibatkan penyusutan otot sel. peningkatan degradasi protein (seperti desmin) dapat mencegah myofibril penyusutan dari yang ditransmisikan secara efektif ke seluruh sel dan akan memungkinkan uap air lebih untuk tinggal di jaringan.
membran sel (seperti desmin) dapat memungkinkan penyusutan dari myofibril mengakibatkan penyusutan otot sel. peningkatan degradasi protein (seperti desmin) dapat mencegah myofibril penyusutan dari yang ditransmisikan secara efektif ke seluruh sel dan akan memungkinkan uap air lebih untuk tinggal di jaringan.
Komentar
Posting Komentar