LAPORAN PRAKTIKUM
Mata Kuliah : Teknik Pengolahan Daging Nama :
Harfina Rais
Praktikum ke : 4(Empat) NRP : D24090112
Tempat :
Labotaorium THP Dosen :
Dr. Irma Isnafa Arief , S.Pt Kelompok : 3 (tiga) Teknisi : Devi Murtini, S. Pt
M. Sriduresta, S. Pt. M. Sc
Asisten : Lega Krisda F Irma Indah K
Winda Permata Sari
Sindya Erti, J.
S
Sita Arum Prabawati
Paingat P. Sipayung
Rullyana Nurbianti
MAKANAN OLAHAN DAGING (BAKSO
ONCOM)
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI
PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan
produk peteranakan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Konsumsi daging oleh
masyarakat indonesia masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan negara
tetangga. Hal ini dikarenakan harga daging yang cukup tinggi sehingga kurang
terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah. Untuk menyiasati hal ini
diperlukan makanan olahan daging dengan harga terjangkau yang bisa dikonsumsi
oleh semua kalangan. Sehingga dengan adanya makanan olahan daging ini
diharapkan konsumsi masyarakat terhadap daging meningkat. Selain itu, cita rasa
yang dihasilkanpun lebih baik. Tidak hanya menguntungkan bagi konsumen, bagi
produsenpun hal ini sangat menguntungkan.
Bakso adalah
salah satu makanan olahan daging yang digemari oleh masyarakat indonesia.
Konsumsi daging terbesar oleh pedagang bakso. Untuk menigkatkan penjualan bakso
diperlukan suatu inovasi baru untuk menambah cita rasa bakso.
Tujuan
Tujuan praktikum
ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan makanan olahan bakso berupa bakso
isi oncom.
TINJAUAN
PUSTAKA
Daging
Daging adalah salah satu dari produk
pangan yang mudah rusak disebabkan daging kaya zat yang mengandung nitrogen,
mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi serta pH yang dibutuhkan
mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk pertumbuhannya (komariah, 2004). Organ-organ
misalnya hati, ginjal, otak, paru0paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan
otot termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 2005).
Banyak
hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika pemeliharaan ataupun
ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan daging selama
proses sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan istirahat yang
dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang pada akhirnya akan
menentukan kualitas daging yang dihasilkan (Sayuti, 2006).
Faktor penanganan setelah pemotongan
yang telah diteliti dapat mempengaruhi kualitas daging adalah perlakuan
stimulasi listrik (Ho et al., 1996; Lee et al., 2000). Selain itu
injeksi kalsium klorida (CaCl2) diketahui dapat pula mempengaruhi kualitas
daging sapi (Wheeler et al., 1993; Diles et al., 1994).
Ternak yang mengalami perjalanan jauh
akan mengakibatkan ternak tersebut stress (kelelahan) sehingga terjadi
perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori (Wulf et al., 2002).
Bakso
Bakso adalah salah satu makanan olahan
yang berasal dari daging. ada beberapa bumbu yanga biasa dimasukkan kedalam
adonan bakso agar rasa bakso lebih enak diantaranya adalah bawang putih. Selain
untuk menambah kelezatan bakso biasanya pembuat bakso juga menambahkan zat
kimia untuk mengawetkan dan memperindah bakso. Menurut Tarwiyal (2001) bakso
yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun. Tapi pada
kenyataanya banyak pembuat bakso yang menambahkan zat kimia pada baksonya. Menurut Wibowo (2006) Beberapa pedagang baso
sering menggunakanbahan tambahan pada produknya, seperti bahan pemutih, bahan
pengawet, boraks,fosfat (STPP), dan tawas.
Pembuatan bakso terdiri dari
tahap pemotongan daging, penggilingandaging, penghalusan daging giling sekaligus
pencampuran dengan bahanpembantu dan bumbu,
pencampuran dengan tepung tapioka dan sagu aren,pembentukan bola-bola
dan perebusan.Perebusan baso dilakukan dalam dua tahapagar permukaan bakso yang dihasilkan
tidak keriput dan tidak pecah akibatperubahan
suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama, baso dipanaskan dalam panciberisi
air hangat sekitar 60ºC sampai 80ºC, sampai baso mengeras dan terapung.Tahap
kedua, baso direbus sampai matang dalam air mendidih (Wibowo, 2006)
Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah tepung
yang berasal dari singkong. Tepung
tapioka adalah karbohidrat granuler yang berwarna putih, hasil sintesa tanaman
dari barbagai gugus glukosa yang berfungsi sebagai bahan makanan cadangan.
Tepung ini terdiri dari amilosa dan amilopektin, sifat amilopektin dapat
memperkuat permukaan terhadap bahan yang ditambahkan tepung tersebut (Wargiono,
1979). Komponen amilosa berfungsi dalam daya serap air dan kesempurnaan proses
gelatinisasi produk (Hidayat, 2007). Menurut Cahyadi (2006) secara umum pati
terdiri dari 25% amilosa dan 75% amilopektin. Karena daya serap air yang
cukup tinggi pada tepung tapioka, tepung ini biasanyadigunakan untuk campuran
bakso. Bakso
agar lezat dan bermutu tinggi, jumlah tepung sebaiknya tidak lebih dari 15% dari
berat daging (Wibowo, 2006).
Bumbu
dan Es
Bumbu
merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pembuatan bakso dan
berfungsi memperbaiki atau memodifikasi rasa serta daya simpan produk olahan
daging (Cross dan Overby, 1988). Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan
bakso daging sapi adalah garam dapur halus dan bumbu penyedap yang terbuat dari
campuran bawang putih dan merica (Wibowo, 1999).
Bahan penyedap dan bumbu, misalnya bawang putih mempunyai pengaruh preservatif terhadap produk olahan daging karena mengandung lemak (minyak esensial, substansi yang bersifat bakteriostatik). Beberapa bumbu mempunyai sifat sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat perkembangan ransiditas. Penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk meningkatkan flavour (Soeparno, 1994). Astawan dan Andreas (2008) menyatakan bahwa bawang putih merupakan salah satu komponen penting dalam bumbu berbagai masakan dan obat penyembuh berbagai penyakit. Konsumsi bawang putih setengah sampai satu siung sehari selama sebulan mampu menurunkan kadar kolesterol sebesar 9%. Salah satu zat antikolesterol yang paling kuat di dalam bawang putih adalah ajone, suatu senyawa yang juga mencegah penggumpalan darah.
Bahan penyedap dan bumbu, misalnya bawang putih mempunyai pengaruh preservatif terhadap produk olahan daging karena mengandung lemak (minyak esensial, substansi yang bersifat bakteriostatik). Beberapa bumbu mempunyai sifat sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat perkembangan ransiditas. Penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk meningkatkan flavour (Soeparno, 1994). Astawan dan Andreas (2008) menyatakan bahwa bawang putih merupakan salah satu komponen penting dalam bumbu berbagai masakan dan obat penyembuh berbagai penyakit. Konsumsi bawang putih setengah sampai satu siung sehari selama sebulan mampu menurunkan kadar kolesterol sebesar 9%. Salah satu zat antikolesterol yang paling kuat di dalam bawang putih adalah ajone, suatu senyawa yang juga mencegah penggumpalan darah.
Garam
dapur (NaCl) yang biasanya dibutuhkan adalah 2,5% dari berat daging. Garam
dapur mempunyai peranan penting dalam pembuatan bakso karena merupakan pelarut
protein miofibril yang berperan dalam mempengaruhi tekstur produk daging
(Morton, 1982).
Bahan
lain yang digunakan adalah es atau air es. Bahan ini berfungsi untuk membantu
membentuk adonan atau membantu memperbaiki tekstur bakso. Penggunaan es juga
berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama
pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penggunaan es sebanyak 10 – 15%
dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Palupi, 1986).
Warna
Warna merupakan hal yang penting dan
memberikan daya tarik tersendiri pada suatu produk. Hal ini juga berlaku pada
daging. Cross, dkk (1986) menyatakan bahwa ketika
mempertimbangkan gambaran spesifik dari penampilan fisik daging, penelitian
menunjukkan bahwa warna daging merupakan faktor kualitas yang lebih berpengaruh
bagi pemilihan konsumen.
Kekenyalan
Kekenyalan
adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan (Soekarto, 1990).
Kekenyalan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan mengalami
denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan
gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi
pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno,
1988).
MATERI
DAN METODE
Materi
Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah daging, garam, es batu, STPP, penyedap,
bawang merah, bawang putih, seledri, daun bawang, tepung tapioka, oncom, cabai
dan air. Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah food processor dan alat dapur.
Metode
Secara garis
besar pembuatan bakso isi oncom dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pembuatan
adonan bakso, pembuatan isi bakso yaitu oncom dan yang terakhir yaitu pembuatan
bakso yang digabungkan dengan oncom. Pembuatan adonan bakso dimulai dari
persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Daging segar sebanyak 350 gr
dicacah atau dipotong kecil. Tepung tapioka 20%, garam 3.2%, STPP 0.7%, es batu
35%, Merica 0.4%, bawang putih 0.7%, penyedap 0.6 % dan esbatu 35%serta daging
yang sudah di potong kecil dimasukkan kedalam food prcessor untuk dicampurkan.
Es batu yang dimasukan ½ bagian diawal dan ½ bagian di tengah pencampuran.
Adonan dibiarkan dulu beberapa saat. Selanjutnya pembuatan oncom. Oncom yang
sudah disediakan di hancurkan dengan menggunakan sendok sekaligus dimasukkan
bumbunya. Bumbu yang dicampurkan untuk adonan oncom ini adalah garam, cabai
yang telah digiling, dan penedap. Bawang merah, bawang putih, daun bawang dan
seledri diiris dan ditumis. Selanjutnya adonan oncom juga ditumis bersama
bawang campuran bawang. Oncom ini dimasukkan kedalam bulatan adonan bakso. Air
direbus sampai mendidih. Adonan bakso dimasukkan kedalam adalam air tersebut
dan ditunggu sampai setengah masak. Selanjutnya bakso yang sudah direbus
setengah masak digoreng sampai kecoklatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
UJI HEDONIK
|
|
|
|
|
|
|
|
Kelompok panelis: kelompok 3
|
|
||||||
Kelompok: 2
|
|
|
|||||
|
|
||||||
|
PANELIS
|
|
|||||
PARAMETER
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
rata-rata
|
Warna
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
3
|
2,83
|
Aroma
|
3
|
3
|
3
|
4
|
4
|
3
|
3,33
|
Kekenyalan
|
3
|
4
|
3
|
3
|
4
|
4
|
3,50
|
Penampilan umum
|
4
|
4
|
5
|
5
|
4
|
4
|
4,33
|
|
|
||||||
UJI MUTU HEDONIK
|
|
||||||
|
PANELIS
|
|
|
|
|
|
|
PARAMETER
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
rata-rata
|
Kekenyalan
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3,000
|
UJI HEDONIK
|
|
|
|
|
|
|
|
Kelompok panelis: kelompok 4
|
|
||||||
Kelompok: 3
|
|
|
|||||
|
|
||||||
|
PANELIS
|
|
|||||
PARAMETER
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
rata-rata
|
Warna
|
3
|
2
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3,00
|
Aroma
|
2
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
2,33
|
Kekenyalan
|
3
|
3
|
3
|
2
|
4
|
3
|
3,00
|
Penampilan umum
|
3
|
3
|
4
|
3
|
4
|
4
|
3,50
|
|
|
||||||
UJI MUTU HEDONIK
|
|
||||||
|
PANELIS
|
|
|
|
|
|
|
PARAMETER
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
rata-rata
|
Kekenyalan
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
2
|
2,167
|
Pembahasan
Hasil
praktikum penilaian uji hedonik panelis lebih menyukai bakso kelompok 2. Hal
ini dapat dilihat dari parameter yang diujikan. Hampir disemua parameter bakso
kelompok 2 memiliki niali lebih besar dari pada kelompok 3. Hanya pada
parameter warna saja bakso dari kelompok dua yang memiliki nilai lebih besar.
Uji mutu hedonik juga mnunjukkan bahwa nilai kekenyalan pada kelompok 2 lebih
baik deari pada bakso kelompok tiga.
Kekenyalan adalah
kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan (Soekarto, 1990).
Kekenyalan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan mengalami
denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan
gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi
pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno,
1988). Bakso oncom yang dihasilkan memiliki tingkat kekenyalan 3,5. Hal ini
menandakan tanggapan panelis terhadap kekenyalan bakso cukup bagus,sedikit
diatas netral. Sementara hasil mutu uji hedonik kekenyalan bakso adalah 3. Selain
faktor pemasakan yang mempengaruhi tingkat kekenyalan ini adalah STPP.
Pada
proses pembuatan bakso yang paling penting adalah proses pencampuran bahan.
Untuk pencampuran bahan ini ditambahkan es. Penggunaan es sebanyak 10 – 15%
dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Palupi, 1986).
Es yang ditambahkan berfungsi untuk menjaja suhu food processor agar tidak
naik. Suhu alat ini perlu dijaga agar proses emulsi dapat berjalan dengan baik
dan lancar.
Adonan bakso juga ditambahkan
bumbu-bumbu. Bumbu merupakan salah satu faktor
yang mendukung keberhasilan pembuatan bakso dan berfungsi memperbaiki atau
memodifikasi rasa serta daya simpan produk olahan daging (Cross dan Overby,
1988). Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan bakso daging sapi adalah
garam dapur halus dan bumbu penyedap yang terbuat dari campuran bawang putih
dan merica (Wibowo, 1999). Bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan bakso
adalah garam, bawang putih, penyedap, dan merica. Penambahan bumbu ini
berfungsi untuk meningkatkan nilai cita rasa dan aroma pada bakso. Hasil uji
hedonik menunjukkan bahwa bakso oncom memiliki nilai aroma 3,33. Hal ini
menandakan bahwa panelis cukup menyukai aroma bakso oncom ini.
Penambahan tepung tapioka juga sangat
penting dalam pembuatan bakso. Komponen amilosa
berfungsi dalam daya serap air dan kesempurnaan proses gelatinisasi produk
(Hidayat, 2007). Menurut Cahyadi (2006) secara umum pati terdiri dari 25%
amilosa dan 75% amilopektin. Karena
daya serap air yang cukup tinggi pada tepung tapioka, tepung ini
biasanyadigunakan untuk campuran bakso. Tepung tapioka ini berfungsi untuk
membah daya ikaat atau menyatukan bahan.
KESIMPULAN
Tahapan
pembuatan bakso oncom terdiri dari pembuatan adonan bakso, pembuatan adonan
oncom, penggabungan bakso dan oncom, perebusan, dan penggorengan bakso oncom.
Semua tahapan ini harus diperhatikan dengan baik agar menghasilkan produk bakso
oncom yang maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Astawan,
W. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. CV Akademika Pressindo,
Jakarta.
Cahyadi,
W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT. Bumi Aksara,
Jakarta
Cross,
H. R. and A. J. Overby. 1988. Meat Science and Technology In Old Animal
Science. Elsevier Publishing Company Inc., New York.
Diles, J. J. B., M. F. Miller & B. L. Owen. 1994.
Calcium chloride concentration, injection time, and aging period effects on
tenderness, sensory, and retail color attributes of loin steaks from mature
cows. J. Anim Sci. 72: 2017-2021.
Komariah, I. I. Arief, & Y. Wiguna. 2004.
Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi yang Ditambah Jahe (Zingiber
officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama Penyimpanan yang Berbeda.
Media Peternakan. 27(2): 46-54
Ho, C. Y. , M. M. Stromer & R. M. Robson. 1996.
Effects of electrical stimulation on postmortem titin, nebulin, desmin, and
troponin-t degradation and ultrastructural changes in bovine longissimus muscle.
J. Anim. Sci. 74:1563-1575.
Morton,
L. H. 1982. Food Flavor Part A. Elisevier Scientific Publishing Company
Amsterdam Oxford, New York.
lp
Soeparno. 2005.
Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press,
Yogyakarta.
Soekarto, S. T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan
Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press, Bogor.
Tarwiyal,
Kemal. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil.http://www.ristek.go.id.
Wargiono,
J. 1979. Ubikayu dan Cara Bercocok Tanamnya. Lembaga Pusat Penelitian
Pertanian, Bogor.
Wheeler, T. L., M. Koohmaraie, J. L. Lansdell, G. R.
Siragusa & M. F. Miller. 1993. Effects of postmortem injection time, injection level, and concentration of calcium chloride
on beef quality traits. J. Anim.
Sci. 71:2965-2974.
Wibowo,
Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging . PenebarSwadaya. Jakarta
Winarno, F. G.
1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta
Wulf, D. M., R. S. Emnett, J. M. Leheska, & S.J.
Moeller. 2002.
Relationships amongglycolytic potential, dark cutting (dark, firm, and dry)
beef, and cooked beef palatability. J. Animal Sci. 80:1895-1903.
mksih ilmunya..
BalasHapussama-sama ^^
Hapus